Tahun ini Mahkamah Agung berencana untuk memberlakukan sistem lima kamar yakni Kamar Perdata, Pidana, Agama, Militer dan Tata Usaha Negara. Kalau bulan ini (Juni) surat keputusan (SK) tentang kamarisasi sudah keluar, maka paling lambat September sistem kamarisasi sudah bisa berjalan.
Harifin Tumpa (Ketua Mahkamah Agung) menjelaskan bahwa untuk teknis sistem kamarisasi ini, setelah SK tersebut kamarisasi keluar, para Hakim Agung akan langsung dibagi ke dalam lima kamar tersebut. Khusus untuk kamar Pidana dibagi menjadi dua sub kamar: pidana khusus dan pidana umum, sedangkan kamar perdata dibagi menjadi dua sub kamar yaitu perdata khusus dan perdata.
Khusus untuk perkara uji materi akan dimasukkan ke dalam perkara khusus yang, majelis hakimnya akan ditentukan kemudian secara khusus pula oleh Ketua MA. Misal: Kalau perkara uji materi tersebut berkaitan dengan administrasi negara, kemungkinan besar majelisnya bakal diambil dari Hakim Agung Tata Usaha Negara, dst.
Dengan pelaksanaan sistem kamar ini, diharapkan ada pemerataan penangan perkara antar Hakim Agung. Untuk masalah pemerataan ini, terutama untuk Hakim Agung yang berlatar belakang Agama dan Militer, misalnya perkara Agama dan militer tidak terlalu banyak, maka Hakim Agung tersebut dapat diperbantukan di kamar lain.
Adapun Ketua Muda MA (Tuada) kelak tidak mengontrol secara langsung penanganan perkara dalam tiap kamar, dan jika ada persoalan penting Tuada yang bersangkutan akan mengkoordinir ke pleno kamar. Misalnya ada majelis Peninjauan Kembali yang akan membatalkan putusan kasasi harus dibawa ke pleno, untuk koordinasi, agar ada saling menghargai antarhakim agung.
Dilihat dari jumlah perkara yang diterima oleh Mahkamah Agung, sistem kamar mungkin cara konkrit yang paling realistis yang bisa dilaksanakan. Pada tahun 2010 ada 13.480 perkara Kasasi dan Peninjauan Kembali, jumlah sekian banyak terbagi kepada 7.915 perkara perdata umum, 5.025 perkara pidana khusus, 3.965 perkara pidana umum, 2.475 perkara perdata Tata Usaha Negara, 1.655 perkara Perdata Khusus, 982 perkara peradata Agama dan 373 perkara Peradilan Militer.
Untuk pelaksanaan Sistem Kamar ini, Mahkamah Agung mungkin perlu berkaca kepada Federal Court of Australia. Justice Michael Moore (Hakim Agung FCA) pernah menyampaikan bahwa distribusi hakim dalam sistem kamar adalah salah satu masalah yang paling rumit dalam implementasi sistem kamar.
Untuk diketahui, Federal Court of Australia menerapkan dua sistem kamar yaitu perkara umum dan perkara khusus, dam semua hakim Agung pada prinsipnya wajib menangani seluruh perkara yang ada. Untuk teknis pelaksanaannya, misal bagi Hakim Agung yang yurisdiksinya perkara-perkara perdata, maka perkara yang dikategorikan sebagai perkara khusus harus ditangani secara panel/majelis yang terdiri dari beberapa orang hakim spesialis. Hakim-hakim Agung di Federal Court of Australia juga didorong untuk menggabungkan diri kepada panel/majelis spesialis tertentu berdasarkan keahlian yang dimilikinya, Hakim juga bisa tergabung dalam lebih dari satu panel/majelis spesialis dan juga dimungkinkan untuk melakukan rotasi dari satu panel/majelis ke panel/majelis lainnya.
Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh Federal Court of Australia adalah ketika muncul ketidakseimbangan antara keinginan hakim untuk bergabung dalam panel/majelis tertentu dengan ketersediaan posisi pada panel/majelis tersebut.
Harus diakui bahwa sistem kamar merupakan sistem yang rumit, bahkan di Federal Court of Australia sistem kamar dianggap belum sepenuhnya sempurna, karena masih muncul beberapa permasalahan dalam praktek dan implementasi nya. Bagaimanapun, sesulit dan serumit apapun sebuah sistem tetap harus dicoba, semoga sambil berjalan nanti akan ditemukan sistem teknis yang pas dengan kondisi Mahkamah Agung Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar