Rabu, 15 Juni 2011

Tindak Pidana Penghinaan di Malam pertama

Andi tidak mengira, bahwa malam pertama yang ia lalui bersama Novi Elita, istrinya, yang seharusnya merupakan malam yang penuh kenangan dalam sebuah sejarah mahligai rumah tangga, yang merupakan momen yang telah ditunggu sekian lama bagi seorang jejaka untuk mempraktekkan segala fantasinya, malah menjadi malam petaka yang berujung dengan laporan Novi Elita terhadap dirinya kepada kepolisian.

Andi dilaporkan oleh Novi karena Andi telah menuduh Novi tidak perawan karena menolak diajak berhubungan badan untuk yang ketiga kalinya, padahal Novi menolak/tidak sanggup lagi untuk melayani Andi karena merasa sakit. Ternyata Andi tidak menerima alasan penolakan tersebut, dan malah mengatakan “Kenapa kok harus ditunggu dan berarti kamu tidak perawan atau gadis lagi”. Setelah itu, Andi kemudian pergi dari rumah dan pulang ke rumah orang tuanya.
Merasa sakit hati dengan perkataan Andi, Novi melaporkan Andi ke kepolisian karena merasa malu dan merasa tercemar nama baiknya, karena Novi merasa bahwa dia telah menjaga kehormatannya dan baru disentuh oleh seorang laki-laki, Andi suaminya, yang malah justru menuduhnya tidak perawan.

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, tindak pidana penghinaan diatur dalam Pasal 310 KUHP sampai dengan Pasal 321 KUHP dengan segala bentuknya sesuai dengan unsur-unsur yang bersangkutan dengan tindak pidana dimaksud, diantaranya:
1.  Menista/smaad (pasal 310 ayat (1) KUHP: diancam tindak pidana pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah).
2. Menista dengan surat/smaad–scrift (pasal 310 ayat (2) KUHP: diancam tindak pidana pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah).
3.  Menfitnah/Laster (pasal 311 KUHP: diancam tindak pidana fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun).
4. Penghinaan ringan/eenvoudige beled–inging (pasal 315 KUHP: diancam tindak pidana penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah).
5.  Mengadu secara memfitnah/lasterijke aanlacht (pasal 317: diancam tindak pidana pengaduan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun).
6. Tuduhan secara memfitnah/lsterijke verdagchtmaking (pasal 318 KUHP: diancam tindak pidana menimbulkan persangkaan palsu, dengan pidana penjara paling lama empat tahun).
Dengan melihat uraian unsur-unsur diatas, maka Andi didakwa telah melakukan tindak pidana penghinaan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 310 ayat (1) KUHP dengan tuntutan pidana penjara selama 6 (enam) bulan penjara.
Setelah melalui pemeriksaan di persidangan, pada bulan Maret 2004 Majelis Hakim PN Painai memutuskan Andi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penghinaan sesuai ketentuan Pasal 310 ayat (1) KUHP dan menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 6 (enam) bulan penjara;

Setelah putusan itu dibacakan ternyata pertikaian antara suami istri masalah penghinaan keperawanan ini belum berakhir. Andi tidak terima dengan putusan Majelis Tingkat Pertama dan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Padang, dan ternyata hal itu sia-sia. Majelis Banding ternyata sependapat dengan Majelis tingkat pertama bahwa Andi telah menghina Novi akibat dan untuk itu Andi harus dihukum pidana selama 6 (enam) bulan penjara (menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama).

Andi tidak terima dengan putusan Banding, dan mengajukan kasasi terhadap putusan tersebut. Kali ini, Andi dalam memori kasasinya menyatakan bahwa dia waktu itu bertanya baik-baik pada waktu mengucapkan: “Apakah kamu tidak perawan” pada Novi, istrinya, dan ketika mengucapkan hal tersebut, mereka berdua dalam kamar bukan di khalayak umum, sehingga tidak layak apabila itu disebut sebagai penghinaan. Dua hari setelah kejadian tersebut, barulah dia menceritakan masalah “malam pertama” tersebut kepada dua orang utusan dari keluarga Novi, itu pun karena Andi dipaksa untuk menceritakan permasalahannya.
Terhadap upaya Kasasi ini, Majelis Kasasi berpendapat bahwa pencemaran nama baik tentang keraguan Andi terhadap keperawanan Novi ke khalayak umum tidak dapat dibuktikan karena Andi mengucapkan pertanyaan tersebut kepada Novi saat di dalam kamar, dimana waktu itu tidak ada orang lain yang mendengar selain keduanya. Sedangkan tentang pemberitahuan Andi kepada utusan keluarga Novi hanya disampaikan Andi kepada dua orang itu ansich, dan tidak kepada orang lain. Kalau ternyata kemudian menyebar berita bahwa Andi telah mencemarkan nama baik Novi dengan menyatakan bahwa Novi tidak perawan, itu bukan karena dilakukan oleh Andi pribadi, akan tetapi justru disebarkan oleh lingkungan keluarga Novi sendiri.
Dengan alasan-alasan diatas, kemudian Majelis Kasasi menjatuhkan putusan yang isinya membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Padang Pengadilan Negeri Painan dan menyatakan bahwa Andi tidak terbukti melakukan tindak pidana penghinaan dan membebaskan Andi dari dakwaan tersebut. Majelis Kasasi juga menjatuhkan putusan pemulihan nama baik Andi sebagaimana layaknya Andi belum pernah terkait dengan perkara manapun (silahkan baca putusan lengkap perkara ini disini).
Dengan jatuhnya putusan Majelis Kasasi, maka cerita perseteruan antara Andi dan Novi ini pun berakhir. Apapun putusan yang telah dijatuhkan oleh Majelis tingkat pertama, Majelis tingkat banding, dan Majelis Kasasi yang kini telah berkekuatan hukum tetap, ada beberapa hal yang dapat diambil pelajaran, bahwa seseorang harus memikirkan dengan baik apa yang ingin ia sampaikan kepada orang lain. Jangan sampai apa yang ia utarakan itu menyinggung harga diri seseorang, karena nanti akan panjang urusannya. Walaupun itu mungkin untuk sebuah maksud baik, akan tetapi jika salah dalam penyampaiannya, maka maksud baik itu pun tidak akan teraih.
Apalagi dalam hal hubungan antara suami istri, keperawanan adalah hal yang sangat-sangat sensitif. Bagaimanapun, pertanyaan Andi kepada Novi tentang keperawanan Novi, setelah digauli dua kali olehnya, adalah sangat tidak etis, dan wanita baik-baik manapun akan sakit hati ketika dipertanyakan masalah keperawanan oleh suaminya sendiri, di malam pertama yang telah ia tunggu sekian lama.
Hal ini juga bisa dijadikan pelajaran, bahwa walaupun media tiap hari mewacanakan tentang “kebebasan pergaulan” dan “degradasi moral” generasi muda Indonesia, juga penelitian-penelitian masalah keperawanan yang menjamur (yang hasilnya memunculkan angka fantastis remaja yang tidak perawan), ternyata dalam praktek nyata kehidupan sehari-hari adat ketimuran masih dipegang erat oleh masyarakat kita, bahwa keperawanan tetap dianggap penting oleh mayoritas masyarakat Indonesia, bahwa ternyata Indonesia belum sehancur dan sebobrok itu.
Minimal, paragraph diatas tergambar konkrit dalam perkara ini, bahwa Andi ternyata memandang penting keperawanan istrinya dan tidak terima kalau istrinya tidak perawan. Novi pun menganggap sangat penting nilai keperawanan yang telah ia jaga, dan sangat-sangat tidak terima ketika dituduh tidak perawan, dan demi menjaga harga diri, harkat martabat dan nama baiknya, Novi rela berpisah dari suami yang ia nikahi, bahkan melaporkan suaminya ke kepolisian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar