Bolehkah gugatan yang tidak berisi permintaan ganti rugi, akan tetapi berisi agar Tergugat melakukan sesuatu untuk menghindari kerugian yang bisa menimpa Penggugat apabila bila hal itu tidak dilakukan? Mahkamah Agung menjawab pertanyaan ini dalam putusannya nomor: 1022K/PDT/2006 tanggal 13 Desember 2006 yang menyebutkan bahwa “kerugian tidak selalu harus diartikan adanya kerugian
materiil, tetapi kerugian dapat juga diartikan apabila kerugian itu mengancam hak dan kepentingan seseorang”.
materiil, tetapi kerugian dapat juga diartikan apabila kerugian itu mengancam hak dan kepentingan seseorang”.
Perkara inilah yang terjadi antara AM Thalib dan Purba Tondang yang hidup bertetangga di Jayapura, Papua. Cerita dimulai pada tahun 1986, dimana AM Thalib membeli rumah di komplek Polda di Jayapura, ketika itu di depan halaman rumahnya, tepatnya di pinggir jalan, ada 2 buah pohon mangga yang masih kecil yang ditanam oleh Purba Tondang (tetangga AM Thalib).
Waktu berjalan, dan kedua pohon mangga tersebut pun semakin besar. AM Thalib mulai khawatir akan keberadaan kedua pohon, dia takut jika suatu saat kedua pohon itu tumbang dan menimpa rumahnya, dan kenyataan dilapangan memang terlihat bahwa dahan dan akar dua pohon itu sudah masuk ke pekarangan atau halaman rumah AM Thalib, sebagian dahan ranting dan daun pun sudah menyatu dengan atap rumah AM Thalib..
AM Thalib telah berbicara baik-baik dan bermusyawarah dengan Purba Tondang masalah keberadaan dua pohon mangga yang “mengancam” tersebut, dia juga sudah meminta ijin kepada Purba Tondang untuk menebangnya tapi tetap tidak diijinkan oleh Purba Tondang. Menemui jalan buntu, akhirnya AM Thalib mengirimkan surat ke kantor Walikota untuk membantu menyelesaikan “dua pohon bermasalah” itu. Walikota kemudian membentuk tim gabungan untuk meninjau lokasi. Setelah melihat dan meninjau di lapangan, Tim Gabungan bentukan Walikota kemudian merekomendasikan agar Purba Tondang menebang kedua pohon tersebut, namun tetap tak diindahkan oleh Purba Tondang.
AM Thalib yang sudah merasa bingung, pusing dan buntu, akhirnya menggugat Purba Tondang di Pengadilan Negeri Jayapura atas dasar perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) yang berasal dari “dua pohon mangga”. AM Thalib selaku Penggugat mohon kepada Majelis pemeriksa perkara agar dua pohon mangga milik tergugat yang tumbuh pada halaman atau pekarangan penggugat dan badan Jalan Lingkungan (Jalan Krisno) untuk segera dimatikan atau dimusnahkan dengan biaya tergugat, dan apabila suatu hari sebelum kedua pohon tersebut ditebang ternyata tumbang dan menimpa rumah Penggugat maka Tergugat dihukum untuk mengganti kerugian yang ditimbulkannya.
Setelah melalui proses persidangan yang alot, akhirnya Pengadilan Negeri Jayapura mengeluarkan putusan yang pada intinya menggabulkan gugatan penggugat untuk sebagian, bahwa perbuatan tergugat yang menolak untuk menebang dua pohon mangga yang ditanam di atas tanah negara atau rencana badan jalan yang mengganggu dan membahayakan rumah penggugat atau perumahan yang ada di sekitarnya adalah perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad), serta memerintahkan Tergugat menebang kedua pohon dimaksud dengan biaya Tergugat sendiri.
Purba Tondang selaku Tergugat tidak terima dan mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri Jayapura tersebut. Dan di tingkat banding Purba Tondang selaku pembanding berjaya sebagai pihak yang menang. Pengadilan Tinggi Jayapura dalam putusannya (tanggal 11 September 2001) membatalkan putusan tingkat pertama dan menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (N.O.). Diantara pertimbangannya Majelis Banding berpendapat bahwa gugatan ini dianggap kurang pihak (cacat formil), seharusnya Negara juga turut digugat oleh Penggugat. Selain itu Majelis Banding berpendapat bahwa gugatan prematur karena belum ada kerugian yang ditanggung Penggugat (karena pohonnya belum tumbang).
AM Thalib akhirnya mengajukan permohonan kasasi ke MA atas perkara ini, dan Majelis Kasasi akhirnya mengeluarkan putusan (tanggal 8 Desember 2006 ) yang salah satu amarnya berbunyi “Menghukum tergugat untuk menebang atau memusnahkan dua pohon mangga yang terletak di badan Jalan Krisno, Kelurahan Angkasapura dengan biaya tergugat”. Dengan kata lain Majelis Kasasi menyatakan bahwa Putusan Pengadilan Negeri Jayapura yang benar, yang berarti Purba Tondang harus menebang dua pohon mangga miliknya, dan perbuatan Purba Tondang yang menolak menang dua pohon mangga miliknya itu adalah perbuatan melawan hukum.
Majelis kasasi mengambil alih argumentasi Pemohon Kasasi (AM. Purba) bahwa dua pohon yang ditanam oleh Termonon Kasasi (Purba Tondang) dikhawatirkan akan rubuh bila ada angin kencang. Mereka menilai keadaan ini dapat membahayakan keselamatan orang lain atau bangunan milik penggugat. Majelis Kasasi juga menyatakan bahwa Pertimbangan Majelis Banding yang menganggap bahwa kerugian dari Pemohon/Penggugat belum nyata tidak dapat dibenarkan, oleh karena kerugian tidak selalu harus diartikan adanya kerugian materil, tetapi kerugian juga dapat diartikan apabila kerugian itu mengancam hak dan kepentingan Pemohon/Penggugat.
Putusan Kasasi ini menjadi yurisprudensi dalam ranah hukum bahwa kerugian dalam kasus perdata tidak harus bersifat nyata, yang bersifat potensial pun sudah diakui sebagai bentuk kerugian.
Sudah banyak perkara-perkara Perbuatan Melawan Hukum yang dikabulkan oleh Pengadilan, diantaranya kasus cerobong asap (kasus di Pengadilan Belanda) ketika seseorang diperintahkan pengadilan untuk memindahkan cerobong asap miliknya karena dinilai menghalangi pandangan tetangganya, karena cerobong asap itu ternyata dibuat terlalu tinggi. Juga perkara terkenal Lindenbaum Versus Cohen (Mahkamah Agung Belanda).
Perkara ini sepertinya terlihat sepele dan remeh, akan tetapi menunjukkan bahwa Hukum akan tetap berusaha melindungi hak setiap warga negara, dengan tetap berpegang pada legal justice dengan tidak mengenyampingkan social justice.
*Untuk lebih lanjut tentang masalah Perbuatan Melawan Hukum (Onrechmatigedaad), pernah dibahas di blog ini di artikel: “Antara Wan Prestasi dan perbuatan Melawan Hukum”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar