Rabu, 03 Desember 2008

Peranan Pengertian dan Definisi dalam Hukum dan dalam Akta Otentik

Pengertian adalah isi pikiran yang dimunculkan oleh sebuah perkataan tertentu atas sebuah obyek atau seorang pribadi yang telah memperoleh sebuah nama, dimana obyek atau orang tersebut tidak perlu merupakan suatu yang secara emperikal dapat diraba atau yang ada di
dalam kenyataan, namun juga pada tataran yang lebih abstrak.
Contohnya obyek yang diberi nama kontrak, perbuatan yang melawan hukum, badan hukum, kepatutan, keadilan dan lain-lain.

Dalam ilmu Hukum sangat penting pembentukan pengertian yang dapat meletakkan relasi antara perkataan-perkataan itu dan gejala-gejala itu.
Manusia diberi anugerah untuk dapat berpikir secara reflektif yaitu kemampuan untuk mengambil jarak terhadap kenyataan yang melingkungi, membentuk pikiran-pikiran (pengertian-pengertian) tentang hal itu untuk dengan itu mendekati kembali kenyataan itu, atau untuk memahami lebih baik kenyataan itu ( pada tataran teoritikal ) atau untuk mempengaruhinya ( pada tataran praktikal ).

Oleh karena itu pembentukan pengertian tidak hanya penting dalam bidang Dogmatika Hukum, melainkan juga dalam perundang-undangan.
Karena sebuah undang-undang dimaksudkan untuk mengatur perilaku masyarakat, maka harus dibuat jelas bagi mereka, perilaku apa yang diharapkan (dituntut) dari mereka.
Hal itu mengakibatkan dalam undang-undang, sebelum pengaturan yang sesungguhnya, memberikan batasan pengertian terlebih dahulu tentang pengertian-pengertian yang digunakan dalam undang-undang itu. Hal itu dilakukan dengan jalan memberikan definisi istilah-istilah yuridis yang digunakan dalam undang-undang itu.
Dengan memberikan penentuan batasan pengertian lebih lanjut pada sebuah istilah dalam perundang-undangan, tidaklah secara otomatis telah tercipta suatu pengertian dengan kejelasan yang sempurna. Disinilah tugas seorang hakim untuk memberikan arti pada istilah-istilah perundang-undangan yang sesuai dengan konteks dari kejadian-kejadian kongret yang dihadapkan kepadanya.

Pada tiap pengertian dikenal pembedaan antara isi pengertian dan lingkup/luas pengertian.
(J.J. H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, Bandung, 1999: 53).
Isi pengertian disebut intensi/konotasi yaitu keseluruhan ciri-ciri yang mewujudkan pengertian
itu ( dalam bahasa Inggris disebut ”sense” dan dalam bahasa Perancis disebut ”signification” ), sedangkan luas/lingkup pengertian yaitu semua obyek atau orang yang termasuk dalam pengertian itu disebut ekstensi/denotasi ( dalam bahasa Inggris disebut ”reference” dan dalam bahasa Perancis disebut ”designation” ).
Dan hubungan antara intensi dan ekstensi dapat dinyatakan dengan 2 dalil.
Dalil pertama berbunyi : Intensi menentukan ekstensi, yang berarti bahwa isi sebuah pengertian menentukan keluasan lingkup pengertian. Obyek-obyek atau orang-orang siapa saja yang termasuk dalam suatu pengertian bergantung pada keseluruhan ciri-ciri yang mewujudkan pengertian itu.
Dalil yang kedua adalah Intensi berbanding terbalik dengan Ekstensi, yang berarti semakin sedikit intensi pengertian memuat ciri-ciri ( semakin kurang persis ), maka semakin banyak obyek atau orang yang termasuk kedalam ekstensi pengertian itu.
Penjelasan mengenai 2 dalil ini dapat diilustrasikan dalam pengertian tentang ”peristiwa hukum” dan pengertian ”perkawinan”.
Pengertian ’peristiwa hukum” memuat ciri-ciri berikut :

  1. peristiwa;
  2. yang dalam dirinya membawa serta akibat-akibat hukum;
  3. yang ditautkan pada peristiwa itu oleh hukum positif.

    Disini terlihat banyak obyek yang dapat dimasukan kedalam pengertian tersebut, karena intensi pengertian memuat sedikit ciri dan ciri-ciri itu ditetapkan kurang spesifik. ( kebenaran dari dalil kedua).

    Dari ciri peristiwa itu termasuk pula kejadian, keadaan dan perbuatan, dimana perkawinan termasuk salah satu dalam pengertian peristiwa hukum, sebaliknya pengertian perkawinan itu sendiri memuat ciri-ciri berikut :

    1. perbuatan
    2. bersifat hukum kekeluargaan
    3. bersegi banyak ( pernyataan kehendak oleh lebih dari satu orang )
    4. yang menimbulkan akibat hukum
    5. yang oleh hukum positif ditautkan pada perbuatan itu
    6. yang menjadi tujuan dari orang-orang yang melakukan perbuatan itu

    Disini terlihat banyak ciri yang dimasukkan kedalam suatu pengertian peristiwa hukum yang
    disebut sebagai perkawinan. ( bukti kebenaran dalil pertama ).

    Penjabaran hubungan intensi dan ekstensi suatu pengertian berkaitan erat dengan pola pikir manusia yang penting yaitu mengabstraksi dan mengkonkretasi.
    Pada ihkwal mengabstraksi, orang berpikir dari suatu pengertian yang konkret, artinya sebuah pengertian dengan ciri-ciri yang banyak dan dengan demikian dengan lingkup yang sempit, ke suatu pengertian yang abstrak yaitu dengan jalan mengurangi ciri-ciri dari sebuah pengertian, sehingga timbul pengertian yang lebih luas dan lebih sedikit ciri-cirinya.
    Proses berpikir ini adalah proses berpikir induktif ( dari pengertian yang khusus/sempit melalui generalisasi menyimpulkan hal-hal yang umum ). Proses yang sebaliknya berlaku bagi proses berpikir deduktif ( dari pengertian yang luas melalui penambahan ciri disimpulkan suatu pengertian yang spesifik/ yang lebih khusus ).


    Permasalahan yang terjadi di bidang hukum adalah permasalahan pengertian bermakna ganda dimana perlu dibedakan dalam suatu pengertian apakah pengertian tersebut mengindikasikan suatu kegiatan/perbuatan ataukah pengertian tersebut mengindikasikan tentang hasil dari kegiatan itu. Misalnya dalam bahasa Belanda istilah-istilah yang berakhiran ”ing” dapat menyatakan baik suatu kegiatan maupun hasil kegiatan itu, contohnya beschikking ( ketetapan), handeling (perbuatan), dapat berarti suatu kegiatan maupun hasil dari kegiatan itu.

    Dan permasalahan yang kedua adalah ketidakjelasan yang disebut pengertian yang kabur, dalam istilah ini berkenaan dengan pengertian yang intinya sendiri juga tidak jelas, sehingga wilayah perbatasan pengertian tersebut menjadi tidak jelas pula.
    Contohnya antara lain : kesusilaan yang baik, ketertiban umum, kecermatan yang layak dalam pergaulan masyarakat, dan sebagainya. Pembuat undang-undang kadang menggunakan pengertian yang kabur untuk menjaga kelenturan / fleksibel agar tatanan hukum mampu menyesuaikan diri pada tatanan masyarakat yang berubah. Dan Hakimlah yang mempunyai tugas untuk memberikan isi pada pengertian yang kabur itu, dengan memperhatikan keadaan konkret dari kejadian yang harus dinilai.


    Batas-batas yang ditentukan secermat (sepersis) mungkin bagi suatu pengertian menurut syarat-syarat tertentu disebut definisi.
    Syarat-syarat sebuah definisi :

    1. Definien harus lebih jelas ketimbang definiendum.
      Perkataan yang mewujudkan definisi (definien) harus lebih jelas daripada perkataan yang harus didefinisikan (definiendum).
      Misal : Rupiah (definien) adalah mata uang resmi di negara Republik Indonesia (definiendum).
    2. Definiendum tidak boleh ada dalam definien
      Misal : pelajar adalah seseorang yang belajar. Definisi ini membuat kata pelajar sangat kurang jelas, dan definisi yang mengatakan sedikit ciri-ciri ini disebut definisi sirkuler.
    3. Definien tidak boleh negatif
      Misal : Wanita adalah seseorang yang bukan pria.
    4. Definiendum dan definien harus dapat dipertukarkan (convertible).

    Jadi masalah pendefinisian ini menjadi penting karena untuk mengetahui dimana orang berdiri
    untuk mencapai suatu kesepakatan dalam memandang suatu aspek tertentu yang sedang dibicarakan atau akan disepakati.

    Setelah ngalor ngidul bermain diawang-awang filsafati, marilah kita membumi....
    Pertanyaannya apa gunanya uraian di atas khususnya bagi seorang Notaris?

    Penulis merasa tidak perlu menguraikan lagi panjang lebar apa gunanya Akta otentik baik yang
    dibuat dihadapan atau oleh Notaris; namun perlulah kiranya diperhatikan bahwa satu aspek yang penting adalah akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian materiil ( disamping kekuatan pembuktian lahiriah dan formil).


    Kekuatan pembuktian materil ini menyangkut pembuktian tentang materi atau isi suatu akta
    dan memberi kepastian tentang peristiwa atau kejadian bahwa pejabat dan para pihak melakukan atau melaksanakan seperti apa yang diterangkan dalam akta itu. Untuk Akta Notaris atau Relaas Akta sebagai Akta Otentik, tidak lain hanya membuktikan apa yang disaksikan yakni yang dilihat didengar dan juga dilakukan sendiri oleh Notaris itu didalam menjalankan jabatannya.
    Sedangkan Akta Para Pihak ( akta-akta yang dibuat dihadapan Notaris) mempunyai kekuatan pembuktian materil oleh karena peristiwa atau perbuatan hukum yang dinyatakan oleh para
    pihak dan dikonstatir oleh Notaris dalam Akta itu adalah benar-benar terjadi dan Akta Notaris sebagai Akta Otentik yang berupa Akta Para Pihak, maka isi keterangan dan ataupun perbuatan hukum yang tercantum di dalam akta itu berlaku terhadap orang-orang yang memberikan keterangan itu dan untuk keuntungan serta kepentingan siapa akta itu diberikan.

    Disinilah letak arti pentingnya pendefinisian tentang hal-hal yang akan disepakati oleh para
    pihak di dalam akta otentik tersebut, Notaris sebagai orang yang ahli dibidang pembuatan akta otentik wajib memberikan pedoman kepada para pihak untuk menyepakati dalam bentuk pengertian dan definisi dari perbuatan hukum yang mereka lakukan yang akan dinyatakan dalam akta otentik tersebut.


    Pekerjaan Notaris untuk mengkonstatir maksud dan kehendak para pihak harus berangkat dari titik pengertian dan definisi yang disepakati para pihak agar tidak menimbulkan norma
    yang kabur atau makna berganda atau bahkan saling bertentangan antara isi dari satu pasal dengan pasal lainnya dalam akta otentik tersebut.


    Salah satu fungsi Notaris -walaupun bukan sebagai aparat penegak hukum – mempunyai kedudukan yang sangat berperan dan strategis dalam bidang hukum perdata yaitu membantu
    mempercepat tugas Hakim dalam mencari kebenaran formil (formeel waarheid).

    Dengan isi/materi yang jelas ( tidak bertentangan, tidak kabur) dalam suatu akta otentik, maka
    Hakim cukup menimbang bahwa terhadap suatu kasus apabila telah dipenuhi batas minimal pembuktiannya ( baca artikel kedudukan akta otentik dalam sistem hukum pembuktian ) dapatlah diambil suatu keputusan.


    Mari kita jalankan fungsi, peranan tugas jabatan Notaris dengan profesional sesuai harkat dan
    martabat yang telah disepakati bersama.

    VIVA NOTARIUS !

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar