Selasa, 19 Agustus 2008

Pembagian Sisa Hasil Likuidasi Perseroan

PEMBAGIAN SISA HASIL LIKUIDASI PERSEROAN
Bagian I

Dalam artikel yang lalu penulis pernah membahas tentang praktek pembubaran perseroan terbatas, dimana dalam salah satu tahap yang harus dilakukan adalah tahap pemberesan oleh likuidator.

Dalam tahap pemberesan ini ada satu masalah yang cukup krusial untuk dibahas secara mendalam, karena dalam masalah ini menyangkut beberapa bidang hukum yaitu hukum perseroan, hukum pertanahan dan hukum perpajakan.

Masalah yang terjadi adalah dalam tahap pemberesan ternyata terdapat sisa asset perseroan berupa hak atas tanah ( Hak Guna Bangunan ) atas nama perseroan.
Bagaimana cara membagikannya asset tersebut kepada para pemegang saham.

Di bagian pertama tulisan ini penulis akan lebih dahulu membahas dari segi hukum perseroan, khususnya untuk menentukan kapan waktunya dapat dilakukan pembagian sisa asset perseroan yang dibubarkan kepada para pemegang saham ( pemilik perseroan ).

Pembubaran dan likuidasi adalah dua perbuatan hukum yang tidak terpisahkan ( jaman Orla disebut Dwitunggal ), karena setiap pembubaran wajib diikuti oleh tindakan likuidasi ( lihat pasal 142 ayat 2 ).
Apakah akibat hukumnya jika hanya dilakukan tindakan pembubaran tanpa tindakan likuidasi? Silahkan pembaca menyimak ulang artikel penulis mengenai Praktek pelaksanaan pembubaran PT.
Jika Sisminbakum konsekuen terhadap bunyi peraturan yang ada, maka sebelum dilakukan tindakan likuidasi status badan hukum dari Perseroan tetap ada. Oleh karena itu pasti ada implikasinya apabila tindakan pembubaran tidak diikuti oleh tindakan likuidasi.

Salah satu kewajiban Likuidator adalah melakukan pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham (Pasal 149 ayat 1 point d) yang dilakukan setelah dilaksanakannya pembayaran kepada kreditor.

Pertanyaannya dalam jangka waktu berapa lama setelah keputusan pembubaran perseroan, likuidator dapat melaksanakan pembagian sisa hasil likuidasi tersebut ?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut diperlukan konsentrasi khusus, karena terdapat masalah yang cukup membingungkan, karena dalam UU 40/2007 menyebutkan "tenggang-tenggang" waktu yang berbeda dalam pasal 147 ayat 3 dan pasal 149 ayat 3.

Memang jika diamati seolah-olah ketentuan mengenai tenggang-tengang waktu tersebut mengatur hal yang berbeda, dalam pasal 147 ayat 3 mengatur jangka waktu pengajuan tagihan, sedangkan dalam pasal 149 ayat 3 adalah mengenai jangka waktu untuk mengajukan keberatan terhadap rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi.Namun yang menjadi masalah adalah acuan penghitungan jangka waktu 60 hari itu dimulai darimana?

Dalam pasal 147 ayat 3 dan penjelasannya diketahui 60 hari sejak tanggal pengumuman paling akhir yaitu tanggal pegumuman dalam BNRI (bukan tanggal pengumuman di Surat Kabar); sedangkan dalam pasal 149 ayat 3 jangka waktu 60 hari dihitung dari pengumuman tentang rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi ( jadi bukan dari pengumuman pembubaran seperti yang tercantum dalam pasal 147 ayat 1 ). (Catatan : disini harus juga ditafsirkan tanggal pengumuman yang paling akhir yaitu tanggal pengumuman dalam BNRI, walaupun dalam penjelasan resmi pasal 149 ayat 3 cukup jelas).

Dalam praktek para Notaris sering hanya berpatokan pada tanggal Pengumuman pembubaran sesuai pasal 147 ayat 1, bahkan jarang sekali menyarankan kepada kliennya untuk melakukan Pengumuman tentang rencana pembagian kekayaan hasil liuidasi. Padahal akibat tidak dilaksanakannya tindakan ini adalah FATAL !
Karena dengan tidak dilakukannya tindakan tersebut hak kreditor untuk mengajukan keberatan telah ditiadakan, oleh karena itu setiap tindakan hukum berikutnya yang dilakukan oleh likuidator terhadap sisa hasil kekayaan perseroan dapat dinyatakan BATAL DEMI HUKUM. Ketentuan pasal 150 UU PT tidak dapat dipakai sebagai alasan untuk membela diri.

Untuk mengamati apakah tindakan pembubaran dan likuidasi yang dilakukan oleh suatu Perseroan benar-benar dilaksanakan sesuai prosedure yang sah, jika melalui perantaraan seorang Notaris sangat mudah patokannya.

Berikut ini joke serius....
Jika notaris tersebut hanya menarik biaya Rp.2.500.000,- s/d Rp.5.000.000,- ini dapat berarti Notaris atau pihak yang terafiliasi dengannya adalah pihak yang memiliki perseroan atau Notaris tersebut berjiwa sosial dan ikut berprihatin kepada kliennya ( wah yang ini pastilah Notaris tersebut sudah sangat kaya ) atau Notaris tersebut hanya melakukan sebagian dari prosedure yang seharusnya dilakukan untuk pembubaran dan likuidasi PT ( Nah kalau yang ini sih paling
banyak terjadi.... memprihatinkan...).

Pembaca dapat menghitung sendiri berapa kira-kira biaya yang dikeluarkan untuk pembubaran dan likuidasi suatu PT, yang paling tidak terdiri dari beberapa hal :
- biaya Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham tentang pembubaran
- biaya Pengumuman di Surat Kabar dan di Berita Negara tentang pembubaran (pasal 147 ayat 1)
- biaya PNBP Sisminbakum untuk pemberitahuan kepada Menteri Hukum dan HAM
- biaya Pengumuman di Surat Kabar dan BNRI tentang rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi (pasal 149 ayat 1)
- biaya Akta Berita Acara RUPS pertanggungjawaban Likuidator ( pasal 152 ayat 1)
- biaya Pengumuman di Surat Kabar dan Pemberitahuan kepada Menteri hasil akhir proses likuidasi (pasal 152 ayat 3)
- Honor jasa pengurusan ??

Mari kembali ke Laptop ( meniru Tukul Arwana ), jadi solusi mengenai kapan dapat dibagikan sisa kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham adalah sebagai berikut :
1. Apabila terdapat kreditur yang mengajukan tagihan, maka paling tidak pembagiannya harus menunggu setelah lewatnya waktu 60 hari setelah pengumuman rencana pembagian ( atau setidak-tidaknya 120 hari setelah pengumuman pembubaran perseroan );
2. Apabila terdapat kreditur yang menggajukan tagihan dan keberatannya terhadap rencana pembagian ditolak oleh Likuidator, maka pembagiannya harus menunggu sampai dengan adanya putusan Pengadilan terhadap pokok gugatan tersebut (pasal 149 ayat 4);
3. Apabila tidak terdapat kreditur yang mengajukan tagihan, maka setelah lewatnya jangka waktu 60 hari setelah tanggal pengumuman pembubaran ( Ingat yang digunakan adalah tanggal pengumuman di BNRI, bukan tanggal Pengumuman di Surat Kabar), dapat dilakukan pembagian.

Khusus mengenai point 3 karena tidak ada aturannya dalam UU, maka demi keamanan terhadap sahnya tindakan likuidator perlu diadakan penegasan dalam suatu RUPS bahwa setelah jangka waktu yang ditetapkan dalam pasal 147 ayat 3 benar-benar tidak terdapat tagihan dari kreditor manapun dan oleh karena itu RUPS memutuskan memberikan kewenangan kepada likuidator untuk membagikan sisa kekayaan perseroan kepada pemegang saham sesuai dengan proporsi kepemilikan sahamnya di dalam perseroan, semuanya dengan mengingat ketentuan dalam pasal 150 ayat 2 ( Kreditor tetap dapat mengajukan tagihan melalui Pengadilan dalam jangka waktu 2 tahun sejak pengumuman pembubaran Perseroan).

Permasalahan yang berikutnya adalah apakah asset perseroan tersebut adalah asset bersama dari para pemegang saham sesuai dengan proporsi kepemilikan saham masing-masing pemegang saham dalam perseroan? ( Hal ini akan dibahas pada bagian berikutnya di blog penulis)

Kesimpulan :
Dalam melakukan pembagian sisa kekayaan perseroan hasil likuidasi kepada pemegang sahamnya harus benar-benar diperhatikan waktu pelaksanaanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan dengan akibat hukum bahwa jika tidak dilakukan sesuai prosedure maka perbuatan hukum tersebut dapat dinyatakan batal demi hukum.

Peringatan kepada para calon pembeli asset yang berasal dari sisa hasil likuidasi perseroan yang dibubarkan agar lebih berhati-hati, lebih aman jika membeli asset tersebut selewatnya 2 tahun setelah pengumuman pembubaran perseroan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar