Permasalahan filosofi dan teknis
pelaksanaan RUPS melalui media telekonferensi
menurut pasal 77 Undang-Undang nomor 40 tahun 2007
pelaksanaan RUPS melalui media telekonferensi
menurut pasal 77 Undang-Undang nomor 40 tahun 2007
Pada bagian ini penulis akan menguraikan analisa terhadap pokok permasalahan teknis dari RUPS Modern menurut pasal 77 UU 40/2007, yaitu mengenai proses pembuatan Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham dari Notulen Rapat yang diselenggarakan melalui media telekonferensi.
Tindakan apa yang diperlukan oleh sang Notaris sebelum membuatkan Akta Pernyataan Keputusan RUPS tersebut ?
Tindakan apa yang diperlukan oleh sang Notaris sebelum membuatkan Akta Pernyataan Keputusan RUPS tersebut ?
Namun sebelumnya jika ada pembaca yang ingin mengetahui sedikit tentang keberadaan RUPS Konvensional dan RUPS Modern dapat dilihat di pesan yang ada di group milis Notaris_Indonesia
Langkah-langkah yang akan dilakukan oeh seorang Notaris pada saat diminta bantuannya oleh kliennya untuk membuat Akta Pernyataan Keputusan RUPS sebagai berikut....
Yang pasti sang Notaris wajib meminta Notulen Rapat yang asli, nah disini mungkin sudah dapat membingungkan sang Notaris, oleh karena bisa jadi ada 2 eksemplar Notulen Rapat, yang satu eksemplar ditanda tangani secara fisik oleh sebagian peserta rapat, sedangkan yang lain ditanda tangani secara elektronik oleh sebagian peserta rapat yang lain atau mungkin juga 1 eksemplar Notulen Rapat dengan waktu penanda tanganan yang berbeda beberapa saat.
Karena sang Notaris dianggap sebagai orang yang paham hukum dan pakar hukum, maka dia mencari-cari definisi tanda tangan elektronik di dalam UU 40/2007, namun setelah dicari didalam penjelasan pasal 77 UU tersebut, ternyata tidak didapatkan definisi mengenai tanda tangan elektronik, maka dibolak baliklah UU tersebut, dan ternyata sang Notaris menemukan satu ”ayat ajaib” yaitu pasal 10 ayat 6 ( dibagian penjelasannya ) dengan materi muatan sebagai berikut :
Yang dimaksud dengan ”tanda tangan secara eletronik” adalah tanda tangan yang dilekatkan atau disertakan pada data elektronik oleh pejabat yang berwenang yang membuktikan keotentikan data yang berupa gambar elektronik dari tanda tangan pejabat yang berwenang tersebut yang dibuat melalui media komputer.
Kalau dianalisa sungguh definisi yang semrawut dan tidak sesuai dengan hukum pembuktian yang ada. ( Silahkan pembaca menganalisanya sendiri unsur-unsur dari definisi tersebut ).
Unsur-unsur dari definisi tersebut :
- tanda tangan yang dilekatkan atau disertakan pada data elektronik
- oleh pejabat yang berwenang
- yang membuktikan keotentikan data
- berupa gambar elektronik dari tanda tangan pejabat yang berwenang tersebut
- dibuat melalui media komputer
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan tanda tangan elektronik tersebut adalah gambar elektronik dari tanda tangan si pejabat yang dibuat melalui media komputer ( bisa melalui scanner ).
Bandingkan dengan definisi tanda tangan elektronik yang dimuat dalam pasal 1 angka 12 UU 11/2008 tentang Informasi dan transaksi elektronik ( UU ITE ) :
” Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.”
Dan diuraikan lebih lanjut dalam pasal 11 dan pasal 12 UU ITE yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 11
(1) Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan;
b. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;
c. segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
d. segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
e. terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya; dan
f. terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Dan penjelasannya dalam pasal 11 ayat 1 sebagai berikut :
Undang-Undang ini memberikan pengakuan secara tegas bahwa meskipun hanya merupakan suatu kode, Tanda Tangan Elektronik memiliki kedudukan yang sama dengan tanda tangan manual pada umumnya yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum.Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini merupakan persyaratan minimum yang harus dipenuhi dalam setiap Tanda Tangan Elektronik. Ketentuan ini membuka kesempatan seluas-luasnya kepada siapa pun untuk mengembangkan metode, teknik, atau proses pembuatan Tanda Tangan Elektronik.
Pasal 12
(1) Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik berkewajiban memberikan pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya.
(2) Pengamanan Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi:
a. sistem tidak dapat diakses oleh Orang lain yang tidak berhak;
b. Penanda Tangan harus menerapkan prinsip kehati-hatian untuk menghindari penggunaan secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan Tanda Tangan Elektronik;
c. Penanda Tangan harus tanpa menunda-nunda, menggunakan cara yang dianjurkan oleh penyelenggara Tanda Tangan Elektronik ataupun cara lain yang layak dan sepatutnya harus segera memberitahukan kepada seseorang yang oleh Penanda Tangan dianggap memercayai Tanda Tangan Elektronik atau kepada pihak pendukung layanan Tanda Tangan Elektronik jika:
1. Penanda Tangan mengetahui bahwa data pembuatan Tanda Tangan Elektronik telah dibobol; atau
2. keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan risiko yang berarti, kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan Tanda Tangan Elektronik; dan
d. dalam hal Sertifikat Elektronik digunakan untuk mendukung Tanda Tangan Elektronik, Penanda Tangan harus memastikan kebenaran dan keutuhan semua informasi yang terkait dengan Sertifikat Elektronik tersebut.
(3) Setiap Orang yang melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekuensi hukum yang timbul.
Jadi tanda tangan elektronik yang sah adalah tanda tangan berupa suatu rangkaian kode ( bukan gambar tanda tangan) yang harus memenuhi 6 syarat minimum dalam pasal 11 UU ITE ditambah dengan 1 pengaman yang harus memenuhi 3 syarat minimum dalam pasal 12 UU ITE.
Sungguh konyol jika ada seorang Notaris yang mau membuatkan Akta Pernyataan Keputusan RUPS dari suatu Notulen Rapat Umum Pemegang Saham dimana diakui bahwa rapat diadakan melalui media telekonferensi dan salah satu tanda tangan peserta rapat dibuat sesuai dengan penjelasan pasal 10 ayat 6 tersebut (tanda tangan hasil scan ).
Yang berikutnya pasti sang Notaris terkendala oleh 3 permasalahan yang sudah penulis uraikan di atas.
Berdasarkan uraian analisa sederhana di atas penulis menarik suatu kesimpulan mengenai permasalahan teknis dari pelaksanaan RUPS Modern sebagai berikut :
Selama tidak ada suatu program software yang dapat mengintegrasikan audio, visual dan dokumen yang dapat ditanda tangani secara elektronik, maka sebelum dibuatkan Akta Pernyataan Keputusan RUPS harus dibuktikan lebih dahulu bahwa apa yang dibicarakan dalam rapat adalah benar-benar sama dengan yang tercantum dalam Notulen Rapat.
Sebagai seorang Notaris yang profesional sangat perlu selalu menerapkan asas kehati-hatian dalam menjalankan jabatan anda, maka janganlah tergesa-gesa menelan mentah-mentah permintaan klien anda untuk membuat Akta PKR dari RUPS Modern.
Lalu apakah solusinya bagi permasalahan tersebut ??
Saran solutif penulis yaitu :
Jika diantara para pemegang saham memang sudah terjadi kesepakatan mengenai pokok-pokok acara yang akan dibicarakan dalam RUPS, sebaiknya pakai cara pasal 91 UU 40/2007 yaitu mengambil keputusan yang mengikat diluar RUPS ( dikenal dengan sebutan circular resolution ).
Jika tetap mau diadakan RUPS dengan menggunakan media telekonferensi, sebaiknya peserta Rapat yang tidak dapat hadir di tempat rapat (host), memberi kuasa kepada seseorang, dan setelah diadakan telekonferensi, maka diadakan RUPS sesuai pasal 76 UU 40/2007 ( RUPS konvensional ).
Yang pasti sang Notaris wajib meminta Notulen Rapat yang asli, nah disini mungkin sudah dapat membingungkan sang Notaris, oleh karena bisa jadi ada 2 eksemplar Notulen Rapat, yang satu eksemplar ditanda tangani secara fisik oleh sebagian peserta rapat, sedangkan yang lain ditanda tangani secara elektronik oleh sebagian peserta rapat yang lain atau mungkin juga 1 eksemplar Notulen Rapat dengan waktu penanda tanganan yang berbeda beberapa saat.
Karena sang Notaris dianggap sebagai orang yang paham hukum dan pakar hukum, maka dia mencari-cari definisi tanda tangan elektronik di dalam UU 40/2007, namun setelah dicari didalam penjelasan pasal 77 UU tersebut, ternyata tidak didapatkan definisi mengenai tanda tangan elektronik, maka dibolak baliklah UU tersebut, dan ternyata sang Notaris menemukan satu ”ayat ajaib” yaitu pasal 10 ayat 6 ( dibagian penjelasannya ) dengan materi muatan sebagai berikut :
Yang dimaksud dengan ”tanda tangan secara eletronik” adalah tanda tangan yang dilekatkan atau disertakan pada data elektronik oleh pejabat yang berwenang yang membuktikan keotentikan data yang berupa gambar elektronik dari tanda tangan pejabat yang berwenang tersebut yang dibuat melalui media komputer.
Kalau dianalisa sungguh definisi yang semrawut dan tidak sesuai dengan hukum pembuktian yang ada. ( Silahkan pembaca menganalisanya sendiri unsur-unsur dari definisi tersebut ).
Unsur-unsur dari definisi tersebut :
- tanda tangan yang dilekatkan atau disertakan pada data elektronik
- oleh pejabat yang berwenang
- yang membuktikan keotentikan data
- berupa gambar elektronik dari tanda tangan pejabat yang berwenang tersebut
- dibuat melalui media komputer
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan tanda tangan elektronik tersebut adalah gambar elektronik dari tanda tangan si pejabat yang dibuat melalui media komputer ( bisa melalui scanner ).
Bandingkan dengan definisi tanda tangan elektronik yang dimuat dalam pasal 1 angka 12 UU 11/2008 tentang Informasi dan transaksi elektronik ( UU ITE ) :
” Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.”
Dan diuraikan lebih lanjut dalam pasal 11 dan pasal 12 UU ITE yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 11
(1) Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan;
b. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;
c. segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
d. segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
e. terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya; dan
f. terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Dan penjelasannya dalam pasal 11 ayat 1 sebagai berikut :
Undang-Undang ini memberikan pengakuan secara tegas bahwa meskipun hanya merupakan suatu kode, Tanda Tangan Elektronik memiliki kedudukan yang sama dengan tanda tangan manual pada umumnya yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum.Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini merupakan persyaratan minimum yang harus dipenuhi dalam setiap Tanda Tangan Elektronik. Ketentuan ini membuka kesempatan seluas-luasnya kepada siapa pun untuk mengembangkan metode, teknik, atau proses pembuatan Tanda Tangan Elektronik.
Pasal 12
(1) Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik berkewajiban memberikan pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya.
(2) Pengamanan Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi:
a. sistem tidak dapat diakses oleh Orang lain yang tidak berhak;
b. Penanda Tangan harus menerapkan prinsip kehati-hatian untuk menghindari penggunaan secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan Tanda Tangan Elektronik;
c. Penanda Tangan harus tanpa menunda-nunda, menggunakan cara yang dianjurkan oleh penyelenggara Tanda Tangan Elektronik ataupun cara lain yang layak dan sepatutnya harus segera memberitahukan kepada seseorang yang oleh Penanda Tangan dianggap memercayai Tanda Tangan Elektronik atau kepada pihak pendukung layanan Tanda Tangan Elektronik jika:
1. Penanda Tangan mengetahui bahwa data pembuatan Tanda Tangan Elektronik telah dibobol; atau
2. keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan risiko yang berarti, kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan Tanda Tangan Elektronik; dan
d. dalam hal Sertifikat Elektronik digunakan untuk mendukung Tanda Tangan Elektronik, Penanda Tangan harus memastikan kebenaran dan keutuhan semua informasi yang terkait dengan Sertifikat Elektronik tersebut.
(3) Setiap Orang yang melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekuensi hukum yang timbul.
Jadi tanda tangan elektronik yang sah adalah tanda tangan berupa suatu rangkaian kode ( bukan gambar tanda tangan) yang harus memenuhi 6 syarat minimum dalam pasal 11 UU ITE ditambah dengan 1 pengaman yang harus memenuhi 3 syarat minimum dalam pasal 12 UU ITE.
Sungguh konyol jika ada seorang Notaris yang mau membuatkan Akta Pernyataan Keputusan RUPS dari suatu Notulen Rapat Umum Pemegang Saham dimana diakui bahwa rapat diadakan melalui media telekonferensi dan salah satu tanda tangan peserta rapat dibuat sesuai dengan penjelasan pasal 10 ayat 6 tersebut (tanda tangan hasil scan ).
Yang berikutnya pasti sang Notaris terkendala oleh 3 permasalahan yang sudah penulis uraikan di atas.
Berdasarkan uraian analisa sederhana di atas penulis menarik suatu kesimpulan mengenai permasalahan teknis dari pelaksanaan RUPS Modern sebagai berikut :
Selama tidak ada suatu program software yang dapat mengintegrasikan audio, visual dan dokumen yang dapat ditanda tangani secara elektronik, maka sebelum dibuatkan Akta Pernyataan Keputusan RUPS harus dibuktikan lebih dahulu bahwa apa yang dibicarakan dalam rapat adalah benar-benar sama dengan yang tercantum dalam Notulen Rapat.
Sebagai seorang Notaris yang profesional sangat perlu selalu menerapkan asas kehati-hatian dalam menjalankan jabatan anda, maka janganlah tergesa-gesa menelan mentah-mentah permintaan klien anda untuk membuat Akta PKR dari RUPS Modern.
Lalu apakah solusinya bagi permasalahan tersebut ??
Saran solutif penulis yaitu :
Jika diantara para pemegang saham memang sudah terjadi kesepakatan mengenai pokok-pokok acara yang akan dibicarakan dalam RUPS, sebaiknya pakai cara pasal 91 UU 40/2007 yaitu mengambil keputusan yang mengikat diluar RUPS ( dikenal dengan sebutan circular resolution ).
Jika tetap mau diadakan RUPS dengan menggunakan media telekonferensi, sebaiknya peserta Rapat yang tidak dapat hadir di tempat rapat (host), memberi kuasa kepada seseorang, dan setelah diadakan telekonferensi, maka diadakan RUPS sesuai pasal 76 UU 40/2007 ( RUPS konvensional ).
Silahkan pembaca membandingkan dengan pendapat penulis sebelumnya di group milis Notaris_Indonesia.
Sesungguhnya disini terdapat permasalahan yang sangat menarik untuk dibahas dalam suatu karya ilmiah yaitu adanya norma yang kabur dalam UU 40/2007 khususnya mengenai definisi tanda tangan elektronik dan jika dikaitkan dengan keberlakuan UU ITE asas apakah yang dapat digunakan untuk memberlakukan definisi tanda tangan elektronik dalam UU PT tersebut, asas lex specialis derogat legi generalis ataukah lex posterior derogat legi priori ?
Sesungguhnya disini terdapat permasalahan yang sangat menarik untuk dibahas dalam suatu karya ilmiah yaitu adanya norma yang kabur dalam UU 40/2007 khususnya mengenai definisi tanda tangan elektronik dan jika dikaitkan dengan keberlakuan UU ITE asas apakah yang dapat digunakan untuk memberlakukan definisi tanda tangan elektronik dalam UU PT tersebut, asas lex specialis derogat legi generalis ataukah lex posterior derogat legi priori ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar