Pembagian Sisa Hasil Likuidasi Perseroan
Bagian II
Dalam artikel penulis mengenai Pembagian Sisa Hasil Likuidasi Perseroan bagian 1 kita telah mengetahui kapan waktunya sisa asset perseroan hasil likuidasi dapat dibagikan kepada para pemegang sahamnya sesuai proporsisi masing-masing dalam kepemilikan sahamnya dalam perseroan.
Permasalahan berikutnya yang harus kita analisa adalah siapakah yang menjadi subyek hukum dalam tindakan pembagian asset perseroan yang dalam hal ini berupa sebidang tanah dengan Hak Guna Bangunan seluas lebih kurang 25.000 m2 (2.5 Ha) atas nama Perseroan.
Persoalan ini akan selesai dengan mudah apabila para pemegang saham sepakat untuk menjual asset tersebut, namun yang terjadi disini sebaliknya para pemegang saham hendak mempertahankan tali "silaturahmi" diantara mereka dalam kepemilikan bersama atas asset tersebut.
Pertanyaan yang mendasar Apakah pemegang saham adalah pemilik perseroan yang merupakan satu kesatuan dengan keberadaan Perseroan ataukah Perseroan sebagai Person/Orang ( legal entity ) yang mandiri yang terdiri dari para pemegang saham (karena Perseroan didirikan berdasarkan perjanjian dan setelah didirikan maka Perseroan seolah-olah mempunyai "jiwa" tersendiri dari para pendirinya (pemegang saham)?
Jawaban atas pertanyaan tersebut membawa implikasi hukum yang berbeda, namun sebelum menganalisa jawaban tersebut; penulis hendak berteori sejenak ( jika sudah ada yang menemukan, penulis mohon ijin; namun jika belum ada penemu teori ini, silahkan pembaca mengujinya dalam suatu karya ilmiah...sebut aja teori ini sebagai Teori Karakteristik Perseroan© :).
Dalam Teori Karakteristik Perseroan penulis mendalilkan bahwa dalam perseroan terbatas dengan karakteristik tertutup, tanggung jawab pemegang saham lebih besar dibandingkan tanggung jawabnya dalam perseroan dengan karakteristik terbuka, demikian pula kekuasaan RUPS lebih utama daripada kekuasaan Pengurus, perseroan terbatas dengan karakteristik tertutup lebih berkarakter sebagai person yang mandiri, dibandingkan perseroan terbatas dengan karakteristik terbuka lebih sebagai alat (fungsi) daripada berkarakter sebagai person.
Undang-undang nomor 40 tahun 2007 lebih menganut paham perseroan dengan karakteristik terbuka, beda dengan UU nomor 1 tahun 1995 lebih menganut paham perseroan dengan karakteristik tertutup karena kekuasaan RUPS dalam UU 1/1995 diakui sebagai pemegang kekuasaan tertinggi ( Catatan : Mengenai pergeseran paradigma RUPS dalam perkembangannya akan penulis uraikan dalam artikel yang berikutnya ).
Menurut penulis relevansi pembahasan mengenai karakteristik perseroan ini erat kaitannya dengan penentuan apakah asset perseroan tersebut merupakan barang milik bersama secara bebas atau milik bersama secara terikat. Dan penentuan ini berdampak pada pengenaan pajak bagi para pemegang saham yang memperoleh asset /kekayaan hasil likuidasi perseroan.
Berikut ini penulis mengcopy paste dari presentasi rekan Herlien Budiono di Surabaya tanggal 8 Feb 2008 mengenai Pemilikan Bersama menurut teori dan praktek ( dengan segala hormat penulis meminta ijin kepada rekan Herlien Budiono ), pokok-pokok penting dari presentasi tersebut sebagai berikut :
Penentuan pemilikan bersama bersifat terikat atau bebas bergantung pada sebab (oorzaak) yang mengakibatkan para pemilik memiliki suatu kebendaan bersama-sama :
- Pemilikan bersama yang bebas (vrije medeeigendom) – pemilikan bersama merupakan
tujuan dari para pemiliknya
- Pemilikan bersama yang terikat (gebonden medeeigendom) – pemilikan bersama merupakan akibat dari suatu peristiwa hukum yang lain.
Persamaannya :
Pemiliknya memiliki bagian yang tak terbagi atas keseluruhan benda yang dimiliki bersama.
Contoh Pemilikan bersama yang terikat:
- karena bubarnya perkawinan, ex suami-isteri bersama memiliki harta benda perkawinan,
- karena bubarnya persekutuan perdata (maatschap) atau perkumpulan yang tidak berbadan hukum, para pesero bersama memiliki harta perseroan
- karena meninggalnya pewaris, para ahliwaris bersama memiliki harta peninggalan
(Ps 833 ayat (1) jo. Ps 955 KUHPerd)
Kewenangan bertindak:
Terwujud pada bebas atau tidaknya para pemilik untuk setiap saat mengalihkan bagian tak terbagi yang dimiliki atas harta bersama
- Pemilikan bersama yang terikat:
- Para pemilik tidak bebas untuk mengalihkan bagian tak terbaginya - semua tindakan hukum harus dilakukan bersama-sama
- Pemilikan bersama yang bebas:
- Para pemilik bebas untuk mengalihkan bagian tak terbaginya
Pemisahan dan pembagian: Pemilikan bersama yang bebas
Ps 573 KUHPerd: “Membagi sesuatu kebendaan yang menjadi milik lebih dari satu orang harus dilakukan menurut aturan-aturan yang ditentukan tentang pemisahan dan pembagian harta pembagian”
Pemisahan dan pembagian : Persekutuan perdata (maatschap)
Ps 1652 KUHPerd: “Aturan-aturan tentang pembagian warisan-warisan, cara-cara pembagian itu dilakukan, serta kewajiban-kewajiban yang terbit karenanya antara orang-orang yang turut mewaris, berlaku juga untuk pembagian di antara para pesero” .
Pemisahan dan pembagian bersifat pengalihan hak ?
Ps 1083 KUHPerd:
“Tiap waris dianggap seketika menggantikan si meninggal dalam hak miliknya atas benda-benda yang dibagikan kepadanya atau yang secara pembelian diperolehnya berdasarkan Ps 1076. Dengan demikian, maka tiada seorang pun dari para waris dianggap pernah memperoleh hak milik atas benda-benda yang lainnya dari harta peninggalan”
Kalau kepada ahliwaris A dibagikan sebuah rumah, ahliwaris B sebuah pabrik, maka:
– A tidak pernah memiliki pabrik dan B tidak pernah memiliki rumah;
- A dan B masing-masing memperoleh rumah dan pabrik bukan karena pemisahan dan pembagian tetapi karena warisan;
- Bukan peralihan/perolehan hak, tetapi mengkonstatir peristiwa hukum.
Apakah Ps 1083 KUHPerd membawa akibat hukum sama terhadap pemisahan dan pembagian atas pemilikan bersama yang bebas – mengingat Ps 573 KUHPerd menyatakan bahwa pemisahan dan pembagian suatu kebendaan milik lebih dari satu orang harus dilakukan menurut aturan yang ditentukan tentang pemisahan dan pembagian harta peninggalan ?
Pemisahan dan pembagian untuk pemilikan bersama yang terikat bersifat deklaratif – berlaku surut sejak terjadinya pemilikan bersama yaitu sejak bubarnya perkawinan, bubarnya persekutuan perdata (maatschap)/perkumpulan tidak berbadan hukum, meninggalnya pewaris. Hanya mengkonstatir peristiwa hukum .
Pemisahan dan pembagian untuk pemilikan bersama yang bebas bersifat pengalihan hak “translatif” – berlaku sejak terjadinya pemisahan dan pembagian
Tujuan Pemisahan dan Pembagian
– mengakhiri pemilikan bersama
– kepada pihak yang dipisahkan dan dibagikan suatu benda - mempunyai hak pengurusan dan pemilikan atas bendanya
Kembali pada topik bahasan Apakah asset sisa hasil likuidasi Perseroan merupakan harta pemilikan bersama bebas atau terikat dari para pemegang saham?
Patokannya bergantung pada sebab (oorzaak) yang mengakibatkan para pemilik memiliki suatu benda. Dalam hal inilah penting sekali untuk menganalisanya dari segi karakteristik Perseroan.
Jika karakteristik Perseroan terbuka, maka keberadaan PT sebagai alat (fungsi) membawa akibat pemilikan suatu benda adalah untuk memenuhi suatu tujuan yang hendak dicapai Perseroan melalui Pengurusnya untuk kepentingan para pemegang saham, sehingga dalam hal ini dapat dikatakan hakekat pemilikan benda oleh Perseroan merupakan pemilikan bersama yang bebas. Konsekuensinya pembagian asset tersebut kepada para pemegang sahamnya merupakan peralihan hak yang translatif.
Contoh : Perseroan yang berusaha di bidang developer/real estate, bubar dan dilikuidasi, sisa assetnya berupa kaplingan dan/atau rumah di perumahan yang dikembangkan oleh Perseroan ( contoh PT karakteristik terbuka dibidang kepemilikan bersama, PT sebagai alat, asset yang dimiliki untuk mencapai tujuan bersama )
Dan terhadap perbuatan hukum ini pemegang saham dikenai pajak (khususnya BPHTB).
Kalau mau dianalisa apakah Perseroan terutang PPH atas peralihan hak ini?? ( Penulis tidak menemukan jawaban yang tepat untuk hal ini, mungkin pembaca dapat melengkapinya. Disini akan terjadi debat yang seru mengenai dasar-dasar pengenaan pajak yang selama ini tidak jelas, namun semata-mata demi mencapai target pemasukan negara saja tanpa memperhatikan kesejahteraan dan perlindungan kepada masyarakat ).
Jika Perseroan dengan karakteristik tertutup, maka asset yang diperoleh Perseroan adalah merupakan asset yang digunakan untuk menunjang keberadaan perseroan, dalam hal ini kepemilikan asset merupakan kepemilikan bersama yang terikat. Konsekuensinya pembagian asset hasil likuidasi kepada para pemegang saham merupakan tindakan yang bersifat deklaratif ( hanya untuk mengkonstatir suatu peristiwa hukum dalam hal ini likuidasi ) dan oleh karena itu terhadap tindakan tersebut tidak dapat dikenai pajak, karena tidak terjadi peralihan hak
secara translatif.
Contoh : Perseroan yang berusaha di bidang Industri, memiliki asset pabrik berikut hak atas tanahnya, bubar dan dilikuidasi, sisa assetnya berupa bangunan dan tanah dimana pabrik tersebut didirikan ( contoh PT karakteristik tertutup dibidang kepemilikan bersama, pembelian dan kepemilikan atas asset untuk menunjang keberadaan Perseroan dan bukan untuk tujuan Perseroan ).
Kesimpulan penulis :
Sisa hasil likuidasi harta Perseroan yang dibubarkan tidak harus dalam bentuk uang tunai, namun dapat saja berupa asset berupa barang tidak bergerak ( khususnya hak atas tanah dan/atau bangunan ) dan/atau barang bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud.
Khusus mengenai sisa hasil likuidasi yang berupa asset dalam bentuk barang tidak bergerak khususnya hak atas tanah dan/atau bangunan, apabila asset tersebut diperoleh dan dipergunakan untuk menunjang keberadaan Perseroan, maka dapat dikategorikan sebagai barang milik bersama secara terikat dari para pemegang saham, sedangkan jika asset tersebut diperoleh dan dipergunakan untuk memenuhi tujuan Perseroan, maka sisa hasil likuidasi tersebut adalah merupakan barang milik bersama secara bebas.
Bersambung..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar